![]() |
Ikan Malung sepanjang satu meteran di Stand Provinsi Jambi saat Festival Kuliner Nusantara di Mal Arta Gading, Sabtu 16 April 2016. (FOTO GANENDRA) |
IKAN MALUNG? Ikan Malung ditampilkan salah
satu stand dari Provinsi Jambi di ajang Festival Kuliner Nusantara 2016 yang
digelar di halaman Mal Arta Gading. Ikan dengan fisik pipih ini ukurannya
panjang, sepanjang meja tempat menaruhnya. Konon ikan ini belum banyak
dikonsumsi warga setempat di Kuala Tungkal, Kabupaten Tanjung Jabung Barat,
Provinsi Jambi. Pasalnya ikan malung ini mempunyai ‘pelampung’ dalam tubuhnya
yang bernilai jutaan rupiah! Pak Slamet namanya, yang sempat menjelaskan
keherananku melihat ikan sepanjang sekira semeter yang tergolek di meja stand
pameran provinsi Jambi.
Lelaki setengah baya yang bertugas sebagai Tim
Penggerak PKK Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Provinsi Jambi itu, menjelaskan
tentang ikan Malung yang terdapat di sekitar lautan Kuala Tungkal, daerahnya.
Ikan Malung adalah jenis ikan yang hidup di permukaan laut, bukan ikan yang
hidup di dasar. Banyak terdapat di lautan Indonesia. Pak Slamet mengaku, nama
Ikan Malung di Kuala Tungkal, sama sebutannya dengan di Pontianak yang pernah
dikunjunginya. Anehnya, daging ikan ini belum banyak dikonsumsi oleh warga
nelayan.
“Pelampung ikan ini lebih mahal harganya. Satu kilogram, bisa mencapai
kisaran harga Rp. 2-7 juta,” jelas Pak Slamet.
![]() |
Pelampung Ikan Malung di Stand Provinsi Jambi saat Festival Kuliner Nusantara di Mal Arta Gading, Sabtu 16 April 2016. (FOTO GANENDRA) |
Whattt!! Kaget juga aku. Pelampung (apa yaa
namanya), Pak Slamet menyebutnya begitu sih. Pelampung ikan itu memang
berukuran panjang, berwarna putih, tak terlalu bening. Kenapa harganya mahal?
Menurut Pak Slamet’ pelampung itu digunakan oleh warga Tionghoa untuk bahan
obat. Maka tak heran, banyak nelayan yang menangkap ikan Malung hanya diambil
pelampungnya, sementara dagingnya dibuang. Welaaahh, sayang bangettttt. Ironis,
daging ikan malung malah terabaikan. Warga belum banyak mengonsumsinya.
Namun
pihak Pemda tempat Pak Slamet berdinas, lambat laun mulai mensosialisasikan
bahwa daging Ikan Malung, layak dikonsumsi. Salah satunya adalah dengan metode
dibakar/ panggang, seperti Ikan Bakar Malung yang dipamerkan itu. “Pagi tadi
kami bikin ikan bakar Malung ini, butuh waktu 2 jam-an untuk memanggangnya,
Mas,” tutur Pak Slamet yang ternyata juga asal dari Jawa. Welaaahhh lama juga
manggangnya, maklum ukurannya panjang banget, pipih. Beda dengan belut. Kalau
belut badannya lebih gilig dan licin. Ikan Malung lebih pipih dan bersisik.
Rasanya?
Aku sempat mencicipinya. Rasanya khas ikan bakar, aroma bakar tidak
amis. Seperti Pak Slamet bilang bahwa aslinya Ikan Malung ini aroma amisnya tak
sekuat ikan pada umumnya. Dagingnya lembut tak ada tulang besar, namun ada duri
kecil-kecil. Mesti berhati-hati yaaa saat makan. Mungkin bisa diolah metode
presto, biar durinya lunak dan tak mengganggu saat diicip yaaa. Seperti Bandeng
presto Semarang yang beken itu heheee.
![]() |
Ikan Malung sepanjang satu meteran di Stand Provinsi Jambi saat Festival Kuliner Nusantara di Mal Arta Gading, Sabtu 16 April 2016. (FOTO GANENDRA) |
Yah, dari ajang Festival Kuliner Nusantara (FKN)
2016 yang digagas Kementrian Pariwisata itulah salah satunya, aku jadi tau Ikan
Malung dari provinsi Jambi. Bukan hanya itu, aku juga sempat beli ikan asin
dengan bahan ikan batu dari Papua. Mentah sih harus diolah. Harganya Rp. 30
ribu dapet satui kantong berisi 5 ekor ikan batu. Sementara masuk kulkas dulu
hehee. Ada juga sate Bandeng khas Banten, seharga Rp 30 ribu juga, diskon dari
harga awal Rp. 40 ribu.
![]() |
Aneka Sambel buat rujakan.Ngilerrrrrrrrr (Foto GANENDRA) |
Masih
banyak lagi jenis makanan nusantara yang aku kenal berkat ajang FKN 2016. Ada
aneka sambal Banten, abon nangka Jawa timuran, kue talas Papua, abon Padang,
dan masih banyak lagi. Sekitar 49 jenis kuliner nusantara yang berbeda dan
mewakili keunikan daerah masing-masing ditampilkan selama 3 hari. Menarik
sebenarnya, karena bisa juga menikmati kuliner dari ragam daerah yang belum
pernah diicip. Selain itu bisa juga menikmati menu ‘kangen’ dari daerah asal.
Aku sempat menikmati tengkleng Solo dan Soto Gerabah yang terkenal dari Solo.
Ajang FKN
2016 ini melibatkan provinsi Indonesia Barat, Tengah, Timur, juga akademi/
industry. Tampil dalam stand-stand seperti Aceh, Kalbar, Sumsel, Palembang,
Kalteng, Jabar, Babel, Jambi, Jakarta, Banten, Kepri, Jatim, Jateng, Bali, DI
Yogyakarta, NTB, Sulut, Gorontalo, Maluku, Papua. Dari Akademi ada STP
Trisakti, Sahid dan lain-lain. Media partner dari Kompasiana. Selain stand
kuliner juga ditampilkan beragam atraksi disamping aneka kuliner nusantara.
Ada
tarian khas daerah, juga demo masak dari chef-chef ternama. Maka berasa lengkap
kemasan acara untuk mengangkat pernik-pernik budaya nusantara. Namun sayangnya
hanya tiga hari. Pasalnya acara ini bisa menjadi bernilai ekonomi kreatif, dan
bisnis. Menjadi titik pertemuan antara pelaku bisnis kuliner. Dampaknya pasti
ke tenaga kerja serta mendorong ekonomi kreatif dari ragam daerah.
Seperti yang
diharapkan oleh Menteri Pariwisata, Arief yahya bahwa kuliner tak saja
berkontribusi untuk pariwisata namun juga ekonomi kreatif dan ketenagakerjaan.
Data Kemenpar menyebutkan bahwa pada 2004, sector pariwisata menempati urutan
keempat sebagai penyumbang devisa terbesar dengan total Rp. 133,9 triliun. Pada
2013 hanya Rp. 110,5 triliun dengan serapan tenaga kerja 9,6 juta. Jumlah itu
melonjak pada 2015 dengan devisa Rp. 114 triliun dengan penyerapan kerja 11,3
juta orang.
Sooo, keseluruhan acara menarik untuk dinikmati. Selain atraksi
panggung yang lebih membuat pengunjung mengenal tarian dan budaya nusantara,
juga ada demo memasak menu nusantara yang oke banget. Ada Chef cantik Meliana
Christanty. Wiih bikin penasaran deh. Maka antusias pengunjung melihat demo ini
dari jarak dekat, termasuk aku dan Giovanni dari KPK yang merangsek ke depan
meja. Pengen liat chefnya atau mau hasil masakannya sih? Dua-duanyalah hahaaa.
Chef Meliana yang piawai
dan mendalami kuliner Dayak Kalimantan langsung dari penduduk asli Dayak,
Banjar, Kutai, Melayu, Bulungan, dan suku lain di Kalimantan ini, menampilkan
masakan Tumis Ikan Talang. Yaa ikan talang yang gedenya dua baris jari itu
ditumis dengan aneka bumbu. Makanya aromanya semerbak mewangi. Ada juga
panggang udang yang gede loor. Beruntung aku dapet mencicipi ikan talang yang
gurih-gurih nikmat. Sementara udangnya, hihiii alot pas mau ambil. Padahal menggoda
banget hahaaa. Ya sudah. Akhirnya menikmati saja tumis ikan talangnya.
Sooo,
dari ajang FKN 2016 ini banyak banget yang diperoleh. Bukan hanya wawasan
tentang ragam kuliner namun juga pengolahannya. Ilmu-ilmu dari para chef soal
menu pangan patut menjadi catatan berharga. Dan tentunya melalui ajang ini bisa
mengangkat kuliner nusantara lebih luas lagi. Sangat mungkin menjadi ajang
pertemuan para pelaku bisnis dan UKM dari pelosok nusantara melalui bisnis
kuliner. Dan mungkin belum banyak yang tau, pelampung ikan Malung bernilai
jutaan rupiah. Jika bisa diberdayakan dengan baik tentunya bisa mengangkat
kehidupan nelayan. Patut diagendakan setiap tahun oleh Kemenpar. Yukkk cintai
kuliner nusantara kita.
#SalamKuliner Nusantara! #SalamKenyang
@rahabganendra @mas_lahab
#SalamKuliner Nusantara! #SalamKenyang
@rahabganendra @mas_lahab
*Semua foto adalah dokumen pribadi
Artikelini ditayangkan juga di Akun KOMPASIANA milik Penulis berjudul: Pelampung Ikan Malung BernilaiJutaan Rupiah!
Artikelini ditayangkan juga di Akun KOMPASIANA milik Penulis berjudul: Pelampung Ikan Malung BernilaiJutaan Rupiah!
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/maslahab/pelampung-ikan-malung-bernilai-jutaan-rupiah_5713a67be8afbddf04a41e05
No comments:
Post a Comment