PANAS terik siang, tertepis adem
ruangan kayu yang lumayan luas. Saat kakiku melangkah masuk rumah joglo itu,
memenuhi ajakan perut yang berdendang sumbang. Lapar. Bangku-bangku panjang
lengkap dengan meja kayu setebal 5 jari, artistik. Beberapa ornamen khas
berbahan kayu juga, menghiasi ruangan joglo itu.
Tiang-tiang kokoh menyangga
rumah makan yang terkesan sederhana. Ada beberapa lukisan tergantung di
beberapa sisi. Angin semilir menyelusup masuk. Ruangan terbuka, hanya pagar
kayu setinggi semeter yang membatasi ruang dalam dan luar.
![]() |
Nuansa kayu bangunan ala Jawa. (Foto GANENDRA) |
![]() |
Khas Jawa. (Foto GANENDRA) |
![]() |
Lukisan tergantung di Gebyok. (Foto GANENDRA) |
Nuansa yang mengingatkanku di
kampung Simbah/ nenek (almh). Rumah nenek cukup besar di Wonogiri, Jawa Tengah.
Kental banget dengan sentuhan budaya Jawa. Rumah Joglo. Ada pendoponya.
Dinding-dinding kayu ‘gebyok’ dari pohon jati terpilih.
Warna kecoklatan dengan
alur gurat-gurat kayu yang tajam mempesona mata. Maklum kakek (alm) termasuk
orang kaya dan terpandang di desanya. Punya banyak kuda dan bisnis alias
saudagar sukses di masanya. Kekayaan yang membuat kawanan perampok ‘ngiler’.
Akibatnya beberapa kali rumah kakek nenekuku itu, disatroni perampok. Itu
menurut cerita Ibuku sih. Ahh aku selalu suka dengar kisah-kisah leluhurku dari
Ibu.
![]() |
Soto daging campur (Foto GANENDRA) |
![]() |
Soto daging campur (Foto GANENDRA) |
Aku duduk di salah satu bangku kayu
yang panjangnya sekira 2 meter lebih. Meraih kertas daftar menu yang tersedia
di meja. Satu lembar saja. Mulai membacanya. Tak banyak menu. Namun pikirku,
menu yang tersedia ini pastilah istimewa, sehingga hanya menyajikan deretan
menu sedikit.
Mataku mengukur tulisan dari atas ke bawah. Ada dua nama yang
membuat mataku berhenti dan membacanya. Soto dan bebek. Dua nama menu favorit.
Ahh lama ndak makan soto. Jadi kuputusin pesan soto daging campur. Sembari
berpikir, ntar kalau masih lapar, baru pesan menu bebeknya. Lalu sebagai obat
dahaga kupesan es jeruk dan es teh manis. Asem-asem jeruk memang selalu kusuka.
Kubuka satu persatu tudung piring di meja kayu yang panjangnya persis sama dengan
bangkunya. Meja yang kokoh dengan ketebalan 5 jariku. Piring-piring berwarna
putih khas banget yang sering dipakai di rumah. Mungkin juga di rumah warga
lainnya. Isinya?
Ada tempe goreng, tahu goreng tanpa tepung, bakwan atau
gimbal, dan aneka sate. Sementara di sebelah sana tergantung aneka macam
kerupuk dengan bentuk beragam. Dan beberapa ‘tombong kerupuk’ ala kampong
tergantung di paku yang tertancap di beberapa tiang penyangga.
![]() |
Aneka kerupuk (Foto GANENDRA) |
“Soto campur, es jeruk dan es teh
manis,” kata pelayan itu.
“Matur nuwun,” jawabku singkat.
Kepulan asap soto yang lebih dari
hangat itu langsung menyeruak. ‘Thokolan’ atau kecambah bertaburan. Daging sapi
berwarna gelap menyembul. Beberapa diantaranya ‘ndelik’, bersembunyi di kuburan
nasi. Kuah bening menjadi lautannya. Menggoda juga soto daging campur seharga
Rp. 10.000 ini di mangkok kecil itu. Nikmat nampaknya. Inilah Soto Ndelik.
Kucicipin beberapa sendok. Ingin merasakan
cita rasa asli soto racikan rumah ini. Hangat dan lega di tenggorkan. Warna
kuah langsung berubah ketika aku tuangkan kecap manis dan sedikit sambal. Yaaa,
aku demen makan soto berkuah gelap oleh paduan sambal dan kecap. Sengaja sambal
tak banyak kutuang. Hanya untuk mengimbangi rasa manisnya kecap. Terlebih lagi
aku tak mau, rasa asli dari bumbu soto lenyap gegara terkamuflase oleh pedasnya
sambal. Soalnya pengen rasain citarasa aslinya.
Krupuk? Tak bakalan ketinggalan.
‘Soulmate’ soto yang harus dipadukan. Tombong kerupuknya mengingatkan pada
abang-abang , armada suplyer kerupuk dari Pabrik Kerupuk Pak Tris di kampong.
Pabrik kerupuk yang menggurita hingga tanah-tanah di sekitar pabrik dicaplok
tuk perluasan usaha dan tempat tinggal. Juragan kerupuk yang cukup sukses,
meski tak mengenyam bangku sekolah yang memadai!
Kucomot beberapa tusuk sate sebagai
menu penutup. Laah sate kok jadi menu penutup. Opo tumon! #Rapopolah suka-suka,
yang penting nikmat. Dan beneran sate kikilnya lumayan empuk dan gede dengan
bandrol harga Rp. 6000/per tusuk. Sementara es jeruk dan es the manis sudah
tandas. Kupesan lagi es kelapa muda. Panas cuaca memprovokasiku lebih banyak
minum nampaknya. Yaa sudahlah.
Keringat tak banyak selepas
menikmati menu tadi. Angin semilir yang membawa aroma adem pepohonan telah
menghapusnya. Lebih nikmat daripada ruangan yang berAC. AC alam lebih
mengingatkan pada kenangan ala kampong.
Berasa makan di rumah masa kecil
dulu. Dan untuk sebuah bisnis, meniadakan AC nampaknya lebih menguntungkan.
Tanpa takut kehilangan pembeli ataupun pelanggan bermobil yang sering
diidentikan gak mau kepanasan, dan demen ruangan AC. Itu terlihat dari silih
bergantinya mobil-mobil pembeli di halaman rumah ini. Sayangnya satu yang
kurang. Tak ada iringan musik ‘uyon-uyon’ nan gandem marem ala Jawa.
‘Rengeng-rengeng’ ala nenek sambil menikmati sore hari yang akan beranjak
malam. Syahdu dan isisss rasanya.
Betewe, pastinya aku selalu suka
menikmati menu di tempat makan yang tidak hanya menyuguhkan menu rakyat/
nusantara yang enak, namun memberikan lokasi berbudaya yang nyaman dan membawa
angan berkelana ke masa-masa berkesan. Tentang masa kecil, tentang sosok-sosok
yang dicintai. Tentang nenek yang dengan ‘susurnya’ bercerita kisah kehidupan
saat liburan menjenguknya. Dan rumah makan joglo ini, berhasil membawa benakku
ke sana. Meski hanya sesaat.
#WeEatWeWrite
Twitter @bozzmadyang
@rahabganendra
SOTO NDELIK BOYOLALI
Bojongsari, Sawangan, Depok, Jawa
Barat
(Sekitar dua km-an dari poll Taxi
Blue Bird arah ke Parung)
![]() |
SOTO NDELIK BOYOLALI Bojongsari, Sawangan, Depok, Jawa Barat. (Foto GANENDRA) |
Artikel ini ditayangkan juga di Akun KOMPASIANA milik Penulis berjudul "Sentilan Jawa, Kenangan Nenek dan Semangkuk Soto"
http://www.kompasiana.com/bozzmadyang/sentilan-jawa-kenangan-nenek-dan-semangkuk-soto_5876249a5993734f07f92b5e
2 comments:
Soto Ndelik ini saya baru ndenger. Rasanya kayak gimana yah? harus cek lokasi nih, biar nggak penasaran.
Nah, yang lagi di daerah TEgal bisa mampir di Warung Soto Sedap Malam Pak Amir Talang Tegal Yang Legendaris
Abraham: rasanya segarr banget..kuahnya bening .... nikmattt
Post a Comment