Menu ala Jepang Cocol Sambal? Sensasi Dahsyat!


MAKAN tanpa sambal tuh, sensasinya kurang. Setuju kan khususnya bagi penggila pedas sambal. Dasar lidah Indonesia, bagiku makan pakai sambal itu hukumnya wajib hehehe. Bayangin nikmatin menu olahan chicken tanpa sambal, ada yang kurang getu. Seandainya yang ada cuman saos, pastinya pilih saos pedas dong.

Selama ini sambal bawang menjadi sambal favoritku, secara asli Jawa getuh hehee. Kesimpelan bikin sambal bawang membuat sewaktu-waktu bisa menikmati. Di rumah sihh tersedia selalu, bawang, cabe rawit, cabe ijo tambahin garam lalu diuleg, jadi deh. Nasi hangat, plus sambal bawang, goring tempe, lalapan cukup menggugah selera dan ngabisin nasi banyak hahaa. Itu menjadi menu sederhana kala masih kecil sampai sekarang. Dan tak pernah bosan.

Sensasi Sambal Indonesia

Dulu zaman kuliah, kost bareng dengan kawan-kawan yang berasal dari ragam daerah di tanah air, membuatku makin mengenal cita rasa kuliner sambal. Laa kebiasaan 'nyambel' di rumah bikinan ibu, berlanjut ke kost yang mesti mandiri. 'Nyambel' di kost pun makin bervariasi, dapet mengenal sambal dari daerah lain yang dipraktikkan teman kost. Ada sambal matah Bali, dan Sambal Ijo ala Minang dan lainnya. Cara yang sederhana bikin sambal membuat kami yang notabene laki-laki semua, gak susah membuatnya. Simpel dah.

Itu membuat gelora menikmati makan dengan sambal menjadi kaya rasa. Pastinya menimbulkan sensasi rasa yang 'something different' di setiap ragam menu.  Tentu saja menikmati ragam sambal ada padanan yang cocok. Sambal bawang aku suka dipadukan dengan yang 'kering' saja, artinya bukan memakai sayuran berkuah. Misalnya cukup dengan ikan teri goring, tempe goring, ayam goring dan lainnya. Kalau yang berkuah seperti sayur bayem/ sayur bening cocoknya dipadukan dengan sambal tomat. Wuihhh nikmatlah pokoknya.

Duh ternyata negeri kita juara dan kaya akan aneka sambal. Sambal nusantara. Bangga dong ya. Itu bagian dari kekayaan kuliner tradisional yang wajib dijaga eksistensinya.

Sambal dan Menu ala Jepang, Maknyos!

Nah jadi menikmati menu Indonesia dengan sambal itu paduan yang lazim dinikmati. Bahkan setiap hari kita bisa menikmati sambal dengan nasi dan lauk pauk keseharian. Aku pun begitu, nikmatnya menu sarapan dan makan siang, cocoklah pakai sambal kegemaran. Tapi kalau sambal dinikmatin dengan menu ala Jepang, apa jadinya?

Tau kan yang suka menu ala Jepang, biasanya paduannya adalah saos bukan sambal. Sesuatu yang berbeda, saat misalnya menikmati menu Chicken Katsu atau bahkan Chicken Tofu Soup. Sup pakai sambal bawang! Bayangin sensasinya. Aku sudah mencicipinya di Hokben Kartika Candra. Enndanggg! Hahaaa

Ya, itu salah satu menu Jepang Hokben yang dipadukan dengan sambal. Hokben sedia sambal? Iyess. Tercatat sejak 12 Februari 2018 Hokben menghadirkan sambal khas Indonesia di gerai-gerainya.
Sambal Hokben. (Foto Bozz Madyang)

Terobosan Hokben memadukan menunya dengan sambal itu berdasarkan riset bahwa orang Indonesia menyukai sambal. Menjadi unik kala sambal menemani menu-menu ala Jepang seperti Yakitori Grilled, Ebi Furai dan Chicken Katsu. Bagiku ini menjadi petualangan rasa yang 'Something different' di lidah. Soalnya gak pernah sehh nyicipin menu Jepang dengan sambal. Asli ini pasti sensasional.

Dan benar saja saat aku mencoba paket Hoka Suka 2 yang berisi Ebi Furai, nasi, kering kentang dan acar kuning dengan mencoba memadukan sambal ijo, sambal matah dan sambal bawang. Iyaa coba ketiga sambal, biar dapet petualangan rasa yang berbeda-beda.
Sambal Hokben. (Foto Bozz Madyang)

Aku penyuka pedas, namun bukan yang pedas-pedas amat. Sedang saja pedasnya. Nah di Hokben ini sambal yang dihadirkan itu tanpa level kepedasan. Jadi hanya satu level pedas. Menurutku pedasnya standar, sesuai dengan lidahku. Favoritku tetap sambal bawang. Disamping sambal matah yang tetap menggoda lalu sambel ijo yang pedas lebih.

Petualangan rasa yang paling beda adalah saat mencicipi Chicken Tofu Soup, sup special ala Hokben dengan menggunakan sambal bawang! Itu kucicipin menjawab tantangan Mas Jasata  (Brand Activation Division Head) dan Mas Zaki (Store Manager HokBen Kartika Chandra). Ya, keduanya menawarkan cita rasa dahsyat sup special ala Hokben itu dengan sambal bawang.

"Siapa takut," jawabku. Pikirku sambal bawang dan sup hangat itu favoritku, jadi bila digabung pastinya endes.  Meski sempat terpikir 'macing' gak yaa, makan sup pakai sambal.

Nah semangkuk kecil Chicken Tofu Soup pun terhidang. Potongan tofu kecil-kecil. Aku ambil sambal lalu kutaburkan di kuah sup. Aduk lalu cicipin pakai sendok. Agak pedas rasanya. Gak puas langsung aku srupuut tanpa sendok. Sedikit demi sedikit sampai tandas. Wuiihh ada pedas di lidah, tenggorokan dan...bibir...maknyosss! Hahaaa. Ada sensasi berbeda sambal di kuah sup, meski pernah makan sambal bawang dengan kuah sayur bayam yang bening. Enak juga dan sensasional!

Cicipin Hoka Suka 2 dan Sambal Bawang, Sensasional!

Nah coba sambal dengan sup ala Hokben sudah. Saatnya cicipin menu baru paduan sambal dengan Hoka Suka. Ada tiga varian paket Hoka Suka. Ini dia variannya:

Hoka Suka 1, terdiri dari Yakitori Grilled, nasi, kering kentang dan acar kuning.
Hoka Suka 2, terdiri dari Ebi Furai, nasi, kering kentang dan acar kuning.
Hoka Suka 3, terdiri dari Chicken Katsu, nasi, kering kentang dan acar kuning.


Paket Hoka Suka dan Sambal. (Foto Bozz Madyang)

Nah karena demen udang aku pilih paket Hoka Suka 2. Ada 3 potong Ebi Furai, nasi, kering kentang dan acar kuning. Nah untuk menu ini aku berani padukan dengan ketiga sambal ala Hokben. Nasi dengan sambal bawang, ijo dan matah. Sambalnya dikemas dalam plastic, terlihat bersih dan higienis tentunya. Sekilas melihatnya langsung bisa membedakan jenis sambalnya.

Saat mengeluarkan sambal dari kemasannya, ehh sepertinya ini bukan diblender. Soalnya tekstur bawang dan gerusan cabe yang masih berbentuk kecil-kecil gak hancur atau halus sama sekali seperti kalau diblender. Weleehh, ini pasti membuat sambal makin berasa.  Bener saja teksturnya berasa banget di lidah. Rasa sambalnya selain pedas, terasa gurih dengan manis dan asinnya dan ada gurihnya.

Menurutku oke sihh paduan Hoka Suka 2 dengan sambal. Masuklah di lidah "Jawaku" hehee. Pastinya paduan sambal dan menu ala Jepang itu beda namun sesuai dengan lidah kita, lidah ala nusantara hehee. Jadi ga bakalan kaget namun bikin sensasi dahsyat yang layak untuk dicoba, dicoba dan dicoba terus hehe.

Kalau penasaran dengan cita rasanya, bolehlah kawan mencicipinya. Dengan harga yang worth it untuk hidangan menu sensasional dari sambal, nasi dan varian Hoka Sukanya. Harganya masing-masing paket di Hokben Kartika Candra yakni Hoka Suka 1 adalah  Rp. 49.000,- lalu Hoka Suka 2  harga Rp. 58.000,- dan Hoka Suka 3 seharga  Rp. 49.000,-

Sempat mampir ke Hokben Stasiun Gambir  pada Minggu 25 Februari 2018, harganya beda dikit yes. Aku tengok harga Hoka Suka 1 adalah  Rp. 44.000,- lalu Hoka Suka 2  harga Rp. 51.000,- dan Hoka Suka 3 seharga  Rp. 44.000,- . Harga itu sama dengan Hokben Tanjung Duren, Jakarta Barat saat akau makan siang di sana (karena lokasi Hokben terdekat dari kantor) pada Senin 26 Februari 2018.  Oya untuk sambal bisa dibeli terpisah kalau mau, dengan harga Rp. 5000,- saja. 
 
Hokben Bloger gathering di Hokben Kartika Candra, Kamis 22 Februari 2018. (Foto Bozz Madyang)


Hokben Kartika Candra Kayak Apa Tempatnya?

Aku mengenal Hokben lebih dekat saat ikut acara Hokben Bloger gathering di Hokben Kartika Candra, Kamis 22 Februari 2018.
Hokben Kartika Candra. (Foto Bozz Madyang)

Dari narsum Kartina Mangisi selaku Communications Division Headyang menjelaskan tentang Hokben. HokBen sudah berdiri pada  18 April 1985, pertama kali di Jakarta dengan restoran pertama hadir di Kebon Kacang, Jakarta. Berada di bawah lisensi PT Eka Bogainti saat ini ada 150 gerai yang tersebar di Jawa, Bali, Sumatra dan Kalimantan.

Nama awalnya adalah Hoka Hoka Bento. Hingga pada 2013 ada peremajaan dan pembaharuan Logo dari Hoka Hoka Bento menjadi HokBen. Eh denger-denger nama Hoka Hoka Bento sendiri berasal dari bahasa Jepang yang berarti "mengukus bento" (makanan Jepang dalam sebuah paket).

Sajian makanannya adalah masakan dari jepang. Namun jangan salah, meski menu-menu masakannya berasal dari Jepang namun tidak ada keterlibatannya Jepang dalam usaha restoran ini loorr. Semua asli dalam negeri.

"HokBen asli 100% dimiliki oleh orang Indonesia," kata Kartina Mangisi saat acara HokBen Blogger Gathering pada Kamis, 22 Februari 2018 di Hokben Kartika Candra, Jakarta.
Mbak Kartina Mangisi selaku Communications Division Head (Gambar Atas) dan Mas Zaki (Store Manager HokBen Kartika Chandra) (Gambar Bawah). (Foto Bozz Madyang)
Makanan Hokben halal. Halal, itu syarat wajib khususnya bagi muslim. Dan Hokben memperhatikan betul kehalalan produk makanannya. Sejak 2017 lalu HokBen memperoleh Sertifikat Sistem Jaminan Halal dari Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (MUI) dengan kategori Excellent. Artinya aman deh dikonsumsi. Bagiku label halal juga menandakan bahwa makanan itu higienis tak membahayakan.

"Makanan di Hokben halal, kami sudah mendapat Sertifikat halal dari MUI, jadi aman untuk dikonsumsi," kata Kartina Mangisi.
Sertifikat Sistem Jaminan Halal dari Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (MUI) dengan kategori Excellent. (SC Bozz Madyang))
Nah saat mencicipi menu di Hokben Kartika Candra, Jakarta jujur baru pertama kali ke gerai itu. Biasanya paling sering ke Hokben Tanjung Duren, Jakarta Barat yang lebih dekat.  Hokben Kartika Candra ini termasuk yang nyaman, menurutku. Yaa, lokasinya strategis di samping Hotel Kartika Chandra Gatot Subroto Jakarta yang beken itu. Parkirnya luas, baik untuk mobil maupun sepeda motor. Motor parkir di basement, jalan tak terlalu jauh. Kalau mobil bisa langsung parkir di depan gerai Hokben. Jadi gak pusing-pusing habis waktu hanya untuk parkir.

Begitupun di dalam area Hokben. Ruangannya cukup luas. Menurut Pak Zaki, Store Manager HokBen Kartika Chandra kapasiatas HokBen Kartika Chandra ada 128 kursi. Wihh cukup luas banget kan? Dengan kapasitas yang lumayan banyak itu,  maka gak khawatir gak dapat kursi meski antreannya banyak. Terus ada area smoking dan non smoking yang terpisah. Plus WIFI yang suka banget nongkrong sambil internetan.

Mau sholat bagi yang muslim? Don't worry, ada mushola kok. Fasilitas cukup lengkap dan rasanya cocok banget buat hangout bareng keluarga ataupun kawan. Bagiku Hokben di Kartika Candra itu pilihan tempat makan yang asyik dan nyaman.

Tapi kalau tak bisa datang ke lokasi Hokben terdekat, gampang kok ada Call Center dan Delivery Service 1500 505. Bisa juga pesan online melalui websitenya di www.hokben.co.id.

Eh ada promo menarik loorrr, makan Sensasi dahsyat Hokben bisa dapet hadiah tiket Java Jazz. caranya? Lihat poster di bawah ini.
SC Bozz Madyang
Jadi yuk buruan menikmati Sambal menu Jepang di paket Hoka Suka yang sensasi dahsyat!

Eh jangan lupa lihat keseruan ajang Hokben Bloger Gathering di Hokben Kartika Candra di video Bozz Madyang Channel yes. #SalamMadyang





@bozzmadyang

Merawat Kuliner Tradisional



Seberapa banyak nama-nama kuliner tradisional yang dikenal? Seberapa banyak orang menyukai cita rasa kuliner tradisional? Bisa jadi banyak atau sebaliknya.

Kuliner tradisional adalah budaya. Budaya adalah sejarah. Sejarah itu sebuah peradaban. Merawat eksistensi kuliner tradisional adalah menjaga peradaban, mengenal sejarah budaya sendiri. 

Deretan nama-nama kuliner tradisional nusantara telah banyak yang popular. Populer bukan hanya di dalam negeri bahkan menembus ke mancanegara.   

Sebut saja Gudeg Yogyakarta, Lunpia Semarang, Nasi Tumpeng, Nasi Liwet Solo, Laksa Bogor, Mie Aceh, Tahu Telur Surabaya, Tekwan, Soto Betawi, Sate Lilit Bali, Rendang Padang, Sate Ayam Madura, Sate Maranggi Purwakarta, Serabi Bandung, Ikan Papeda Papua, Bir Pletok Betawi, Kerak Telur Betawi dan masih banyak lagi. 

Menu-menu tradisional yang dikenal luas di nusantara. Tak jarang menyebut kuliner tradisional itu dengan sebutan kuliner nusantara. Maknanya jelas, itu budaya kuliner bangsa Indonesia. 

Nama-nama menu yang lekat dan beberapa masih bisa ditemui dengan mudah. Tentu saja karena ada yang menjadi bahan makanan pokok di daerah bersangkutan. Seperti gudeg yang masih menjadi konsumsi makanan daerah Yogyakarta. Nasi Liwet Solo, Sate Ayam Madura, Bubur Manado dan lainnya yang menjadi menu keseharian bahkan bukan hanya di daerah asal menu kuliner itu, tapi meluas ke daerah lainnya. 

Selain itu banyak yang menjadi komoditas bisnis dengan beragam merek namun sama dalam menu olahan nangka sedemikian rupa mengangkat nama Gudeg Yogyakarta. Begitu pula yang terjadi pada menu Sate lilit Bali, Tahu Telur Surabaya, Mie Aceh, Nasi Liwet Solo dan lainnya. 

Sebagai komoditas bisnis secara otomatis tumbuh dan terawatt kelestariannya di tengah-tengah masyarakat. Itu menjadi penting untuk menjaga eksistensi kuliner tradisional tidak mati, punah. Menjadi garis turun temurun yang dikenal anak dan cucu. Bukankah kuliner itu budaya? Budaya yang terbentuk dan dibentuk leluhur sesuai adat istiadatnya?

Berkembang di era zaman yang terus bergulir. Kuliner tradisional bertahan dalam gempuran kuliner asing yang menyerbu pasar bisnis kuliner nusantara. Eksistensinya menjadi perlu dan penting. Tumbuhnya bisnis kuliner dengan mengusung kuliner nusantara menjadi salah satu sarana kuliner nusantara tetap eksis. Menjadi alternatif menu-menu yang dicipi siapa saja,  dari generasi apa saja. Termasuk generasi milenial, generasi Z dan generasi yang akan datang. 

Mengikuti perkembangan zaman, maka kemasan bisnis kuliner menjadi salah satu kunci agar tetap dilirik pasar zaman now. Bagaimana sebuah bisnis kuliner bisa diterima masyarakat luas meski mengemas kuliner daerah yang tak jarang generasi muda memandang sebelah mata. 

Jadi menarik yang dilakukan oleh mereka, pebisnis kuliner yang mengusung kuliner tradisioanl di tengah masyarakatnya. Tak sedikit yang sukses dan bahkan menjadikan menu kuliner daerah itu ikon bisnisnya. Seperti pelaku bisnis yang mengusung kuliner Betawi di ibukota. Seperti Warung Makan Mak Dower di Jakarta Timur, Wir Santoso, pelaku bisnis kuliner Soto Susu Betawi di Jakarta Barat, Haji Husein dengan Soto Betawi di Manggarai Jakarta Selatan,  dan masih banyak lagi.

Menarik apa yang dilakukan salah satu warung makan yang mengusung kuliner Betawi, yakni Warung Makan Mak Dower dengan ragam kuliner Betawinya. Warung itu menyelaraskan kuliner yang disediakan dengan sentuhan nama menarik dan unik. Jelas ini menarik perhatian dan membuat penasaran bagi siapa saja untuk mencobanya. 
Cue ngacir menu kuliner Betawi Warung Mak Dower.  (Foto Bozz Madyang)

Menu uniknya itu seperti tulang jambal sewot, cue ngacir, tutut ngibrit, genjer centil, cumi lenong, udang lenjeh, jengkol nampol, sayur asem demplon, es ondel-ondel dan masih banyak lagi. Nama yang membuat tersenyum bagi yang mendengarnya. Namun sajiannya tetaplah olahan resep kuliner Betawi.

Lalu jika ada pertanyaan tentang cita rasa kuliner tradisional itu, apakah otentik seperti masa dahulu. Sebuah pertanyaan sulit. Budaya kuliner yang terus berkembang di era zaman yang berganti, mempertahankan bahkan menggali dokumen-dokumen sejarah. 

Terkait sejarah kuliner tradisional nusantara, patut menyebut nama Wira Hardiyansyah, seorang chef yang mengangkat resep tradisional. Chef yang suka menuliskan ‘kisah kuliner’ di instagramnya @wirahardiyansyah ini begitu mencintai kuliner Indonesia. Wira mengaku sudah memasak di banyak negara, namun menurutnya tak ada yang seperti di Indonesia.
Wira Hardiyansyah. (Foto Bozz Madyang)
Wira bukan saja memasak aneka resep kuliner tradisional ‘yang terlupakan’, namun berupaya mencari dokumentasi sejarah kuliner bersangkutan. Dia ingin masyarakat sekarang bisa mencicipi kuliner tradisional mirip dengan aslinya, persis seperti kala kuliner itu berawal ada. Dan tentu itu sangat tak mudah, seiring kreasi yang menyertai olahan kuliner itu dari zaman ke zaman. 

Wira mencontohkan menu ‘Gegejek’ khas Sunda. Menu yang sederhana dari olahan singkong yang ternyata memiliki sejarah tersendiri. Siapa kenal Gegejek? Olahan sederhana ini muncul pada abad 15-16 silam. Menu yang tumbuh di masyarakat dengan mengolah singkong bercampur teri, daun bawang, cabe ini adalah racikan budaya leluhur Sunda. 
Gegejek karya Wira Hardiyansyah. (Foto Bozz Madyang)

Senada dilakukan Chef Bli Romi Candra, chef menu kuliner Bali. Begitu agungnya kuliner Bali, yang ternyata sudah mengalami perubahan dari zaman ke zaman. Untuk mendapatkan menu kuliner Bali yang mirip di masanya tentu bukan hal yang mudah. 

Ada sekitar 30 rempah yang diracik untuk bumbu masakan Bali. Inilah yang disebut-sebut membuat makanan Bali itu menjadi otentik. Namun kreasi dan kemasan yang mengalami perubahan dari waktu ke waktu yang bertujuan membuat lebih menarik, tak sedikit yang membuat salah kaprah. 

Jadi merawat kuliner tradisional adalah menjaga budaya turun temurun. Sekarang setiap orang bisa mencicipi kuliner tradisional bahkan bukan saja dari daerahnya namun kuliner dari daerah lainnya. Seyogyanya mencintai kuliner tradisional dengan menjadi penikmatnya adalah dasar dari menjaga eksistensi kuliner tradisional. Jadi tetaplah menikmati dan mencintai kuliner nusantara. Salam Kuliner #Madyanger

@bozzmadyang