Lokasi yang menyajikan kuliner tradisioanl ala kampung ini sudah cukup popular. Terletak di pelosok desa Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah. Menempati area kebun jati, pasar kuliner tradisional ini hanya buka tiap Minggu pagi jam 06.00 – 09.30 wib. Namanya Pasar Dhoplang.
Pasar Dhoplang berlokasi di Kampung Kembar, Desa Pandan, Kecamatan
Slogohimo, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah. Lokasi itu dari kawasan Kota
Wonogiri mengarah ke timur, sekira 40 an menit meanggunakan kendaraan. Waktu
tempuh itu dalam situasi jalan yang cukup lengang, karena hari libur.
Menempati lahan milik desa, Pasar Dhoplang berdiri sejak November 2018
lalu. Di pasar yang mulanya sebagai kegiatan dasa wisma ibu-ibu setempat ini, khusus
menyajikan kuliner khas tradisional.
![]() |
Pasar Dhoplang. (Foto: Linda) |
Di antaranya makanan ikon Wonogiri, tiwul
dan cabuk. Ada juga gatot, bakmie, aneka gorengan, brambang asem, tempe besengek, sego bancakan, oblok-oblok mlanding,
bothok mlanding, sampai yang unik dan
inovatif rempah jambu mete.
Semua makanan itu bisa dibeli dengan harga murah. Alat pembayarannya
pun unik menggunakan koin yang dibuat dari kayu. Koin-koin itu ditempeli kertas
sesuai nominal. Ada nominal Rp. 1000 sampai Rp. 20.000.
![]() |
Aneka jajanan di Pasar Dhoplang. (Foto: Bozz Madyang) |
Sajian kuliner tradisional khas “Ndeso” itu
semakin eksotis dinikmati di bawah pepohonan jati, lesehan di tikar yang digelar di area sekitar 1.300 meter
persegi.
Dari tampilan pasar kuliner tradisional itu, ada semangat kearifan
lokal yang diusung. Bukan hanya sekadar menimati makanan “kelangenan” atau
“kangenan” ala kampung tapi ada semangat cinta kepada budaya, lingkungan dan
inovasi kuliner.
Komunikasi
Wajib Berbahasa Jawa
Semangat melestarikan budaya, salah satunya dengan merawat budaya Jawa
melalui bahasa dan busana. Ya, di Pasar Dhoplang komunikasi transaksi
diwajibkan menggunakan bahasa Jawa. Antar penjual, pembeli dan pengunjung.
Tentu saja tak sulit untuk pengunjung yang rerata datang dari daerah sekitar,
dan masih dalam lingkungan budaya Jawa. Bagi pengunjung dari luar daerah yang
tidak bisa berbahasa Jawa, kesempatan untuk bisa belajar bahasa Jawa.
Budaya Jawa semakin kental terlihat dari pakaian penjual yang menggunakan baju lurik, kebaya ataupun jarik. Tak hanya orang tua, namun juga anak-anak yang membantu berjualan.
Meski begitu pengunjung bebas dalam berbusana, yang penting sopan. Ada
penjual busana Jawa, kalau pengunjung ingin menggunakannya. Harganya murah.
Untuk sorjan/ pakaian adat Jawa seharga sekitar Rp. 65 ribu. Beda ukuran, beda
harga sedikit. Ada pula blangkon khas Jawa yang dijual seharga Rp. 25 ribu.
![]() |
Jajan surjan di Pasar Dhoplang. (Foto: Linda) |
Inspirasi
Ramah Lingkungan
Kearifan lokal ramah lingkungan tercermin dari kesadaran terhadap
bahaya bahan plastik. Ancaman bahan plastik di masa mendatang karena susah
diurai. Di pasar ini penggunaan bahan plastik dilarang, seperti botol plastik,
tas kresek plastik dan bahan plastik lainnya.
Sebagai ganti tempat makanan
disediakan daun pisang, daun jati ataupun piring gerabah. Ada satu penjual gerabah diantara penjual
kuliner tradisional. Harganya sangat murah.
Ada plang kayu terpasang dengan tulisan jelas “Mboten Ngginaaken
Plastik” artinya “Tidak menggunakan plastik.” Jelas semangat ramah
lingkungan “Bebas Plastik” di pasar Dhoplang ini mengusung semangat keinginan
untuk kembali ke alam.
![]() |
Pasar Dhoplang. (Foto: Bozz Madyang) |
![]() |
Pasar Dhoplang. (Foto: Bozz Madyang) |
Aksi yang terpuji, mengajak mencintai lingkungan dengan mengurangi
sampah plastik yang sulit diurai dan terus bertambah setiap hari.
Kuliner
Inovatif, Rempah Jambu Mete
Ada satu yang unik diantara makanan tradisional yang dijual di Pasar
Dhoplang. Jika nasi tiwul, bancakan, aneka lauk seperti gorengan mendominasi,
maka ada satu makanan yang jarang dijumpai, yakni Rempah Jambu Mete.
Untuk diketahui kawasan Wonogiri banyak ditemui pohon Jambu Monyet,
sebagai bahan komoditi jambu mete yang bernilai ekonomis. Biji jambu mete itu
diolah yang dikenal sebagai kacang mete. Sementara buahnya kurang enak
dinikmati, tak seperti buah-buah lainnya. Meski tampilan buah jambu mete sangat
menggiurkan.
![]() |
Rempah jambu di Pasar Dhoplang. (Foto: Bozz Madyang) |
Di Pasar Dhoplang ini ternyata buah dari jambu monyet yang rasanya
sepat itu diolah menjadi panganan, yang bisa digunakan sebagai lauk pauk.
Rempah Jambu namanya. Prosesnya cukup mudah.
Buah jambu dikupas bersih,
ditumbuk halus. Prosesnya sekitar 3 hari biar enak. Dikepal-kepal menjadi
bulatan kecil sebesar bakso, lalu dikukus. Rasanya ada pedas-pedasnya karena
dicampur cabai.
![]() |
Pasar Dhoplang. (Foto: Bozz Madyang) |
![]() |
Spot foto di Pasar Dhoplang. (Foto: Bozz Madyang) |
Jika warga kampung cukup memiliki semangat inovasi kuliner, tentu
dengan bahan-bahan dari lingkungan sekitar bisa menghasilkan makanan sehat.
Semoga saja pasar ramah lingkungan ini mampu bertahan dan semakin
berkembang. Menularkan inspirasi tentang mencintai kehidupan, dekat dan
mencintai alam.
IG @bozzmadyang @madyanger
No comments:
Post a Comment