Secangkir Jahe, Menjaga Imun di Masa Pandemi

 

Herbadrink Sari Jahe (Foto Bozzmadyang)

Mengkonsumsi minuman herbal atau jamu di masa pandemi ini dipercaya banyak orang mampu meningkatkan kesehatan. Aku pun sudah sejak lama memilih minuman herbal sebagai salah satu cara merawat kesehatan. 

Sisa-sisa air hujan masih menetes, ketika bapakku sedang di perapian dapur rumah. Seonggok arang membara. Dua bilah kayu dipegangnya diantara tangan kanan dan kiri. Bapak sedang membolak-balik sesuatu. Jahe. Ya, membakar jahe yang dibeli ibuku tadi pagi. Butuh waktu tak lama, bapak mengupasnya. 

Sebuah pisau kecil pun dengan lincah menyerut kulit jahe, tipis-tipis. Lalu dicuci dan digeprek-geprek menggunakan “munthu” dari batu. Lanjut kemudian dimasukkan ke sebuah cerek yang berisi air yang telah mendidik. Api yang berasal dari kayu, membakar dasar cerek yang sudah menghitam pantatnya. Itu cerek kesukaan bapak, untuk membuat minuman hangat, jahe.

Bapak selalu teliti dan hati-hati menjalani prosesnya. Proses membuat minuman jahe. Kadang jahe ditambah dengan the tubruk produk lokal. Sebuah cangkir blirik menjadi tempat akhir minuman jahe diseduh. 

Aku selalu ingat kebiasaan bapakku di kampung itu. Kebiasaan yang sejak kecil kulihat sering dilakukan. Memang tidak setiap hari bapak membuat muinuman jahe. Tapi terbilang cukup sering, di sela-sela bapak menikmati the ataupun kopi. Selang seling. Dan pastinya “Nasgitel”, Panas – Legi (manis) – kenthel (kental). 

“Nggo segerin dan angetin awak,” kata bapak dalam bahasa Jawa. Bahasa keseharian kami di kampung Jawa Tengah.  

Maksudnya, minuman jahe buat menyegarkan dan menghangatkan badan. Itu karena rasa pedas, khas jahe yang cocok untuk menghangatkan badan.  Tak heran bapak sering mengkonsumsinya di kala malam hari. Apalagi kalau hari sedang hujan. Bapak tak bakal terlewat menikmati minumaan jahe. Ditemani jagung bakar ataupun ubi atau pisang goreng. 

Itu sebuah fragmen masa lalu. Secangkir minuman jahe masa lalu, kesukaan bapak. Masa aku masih tinggal dengan orang tua, bapak dan ibu. Salah satu yang kuingat dan menjadi kenangan di saat-saat tertentu. Saat menanti hujan, saat rindu bapak ibu di kampung. Seperti saat ini. Saat tak bisa pulang mudik ke kampung karena wabah pandemi Covid 19.  

Jahe, Kaya Manfaat

Kalau mengulik tentang jahe, yang bernama latin Zingiber officinale adalah tanaman rimpang yang sangat populer sebagai rempah-rempah dan bahan obat.  Konon jahe diperkirakan berasal dari India namun ada yang meyakini berasal dari Tiongkok Selatan.

Jahe kerap kali ditambahkan dalam masakan maupun minuman untuk membuat rasanya semakin mantap dan memberi sensasi hangat.  Populer di Eropa karena memberikan rasa hangat dan pedas pada makanan. Rasa  dominan pedas yang disebabkan senyawa keton bernama zingeron. 

Rasa pedasnya itu yang membuat jahe selain jadi campuran dalam masakan dan minuman, jahe juga sering dijadikan produk olahan makanan lainnya, seperti permen jahe, jahe bubuk, minyak jahe hingga esense jahe, roti, kue, biskuit, kembang gula dan berbagai minuman.  

Informasi menarik soal manfaat jahe diungkap jurnal dalam US National Library of Medicine National Institutes of Health. Ternyata  jahe memiliki potensi untuk mengobati sejumlah penyakit seperti gangguan degeneratif (radang sendi dan rematik),  mengatasi sembelit dan maag, hipertensi, muntah, serta diabetes mellitus. Jahe juga bisa mengendalikan proses penuaan.  Jahe juga disebut-sebut mampu menurunkan glukosa darah, menurunkan kolesterol.

Nah yang lebih penting lagi, jahe mampu memperkuat sistem imun tubuh. Ini dikarenakan kandungan jahe termuat vitamin C dan magnesium. Dua kandungan ini membuatnya membantu tubuh untuk memperkuat sistem imun. 

Selain itu, jahe juga memiliki kandungan gingerols, shogaols, dan zingerones yang berfungsi sebagai antioksidan bagi tubuh. Nah kandungan gingerols  itu mampu menangkal infeksi bakteri dan virus. Ini jelas sangat penting di masa sekarang, masa pandemic Covid19 yang belum surut. Dimana imunitas tubuh yang baik harus dijaga dan dirawat agar tak mudah “tumbang” oleh virus. 

Mengkonsumsi Minuman Jahe Praktis dan Mudah 

Mengingat sedemikian besar manfaat kandungan jahe, sangat perlu dan penting untuk dikonsumsi rutin. Demikian juga halnya aku. Aku sudah lama mengkonsumsi minuman jahe, baik itu membeli di warung ataupun cara lain yang lebih mudah dan praktis, yakni membeli Sari Jahe Herbadrink

Ini salah satu varian produk PT Konimex yang sudah kukenal lebih dari setahun lalu. Sudah beberapa varian rutin kuminum seperti sari jahe, wedang uwuh,  temulawak, kunyit asam, dan kunyit asam sirih madu.
Herbadrink Sari Jahe (Foto Bozzmadyang)

Minuman  Herbadrink yang merupakan olahan rempah herbal resep minuman tradisional sekaligus jamu untuk minuman. Jadi jelas produk Herbadrink adalah minuman sehat yang menunjang bagi kesehatan tubuh. Jadi tak salah kalau aku memilih  salah satunya varian Sari Jahe Herbadrink sebagai penunjang kesehatan di masa pandemic ini.

Apalagi varian  Herbadrink itu tanpa gula dan tanpa pengawet. Sugar Free menggunakan  pemanis buatan tanpa kalori. Selain itu, Sukralosa yang tidak memiliki efek pada metabolisme karbohidrat, kontrol glukosa darah jangka pendek maupun panjang, ataupun pelepasan insulin. 

Jangan khawatir, kandungan Sukralosa diperbolehkan penggunaannya pada makanan dan minuman di hampir 80 negara termasuk Indonesia dan telah disetujui oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Nah ini jelas terjamin keamanannya. Ada BPOM-nya. 

Bagiku Sari Jahe Herbadrink ini terasa banget manfaatnya. Selain menghangatkan tubuh nyaman juga bikin rileks. Aku menjadi jarang masuk angin. Tidak mudah kembung dan mengatasi rasa mual. Ini membuatku nyaman dalam segala aktivitas menyangkut pekerjaan maupun kegiatan keseharian. 

Cara konsumsinya pun tak ribet. Soalnya dikemas praktis dan higienis. Bentuk sachet jadi tinggal diseduh. 1 sachet Herbadrink Sari Jahe biasa kubuat ke dalam kurang lebih 150 ml air panas. Bisa she dengan air dingin. Tapi aku suka yang hangat.  Enaknya lagi tak ada endapan di minumannya. Bersih. Makanya cocok banget untuk minuman setiap hari. 

Herbadrink Sari Jahe (Foto Bozzmadyang)

Pastinya dengan adanya produk Herbadrink seperti Sari Jahe ini sangat membantu aku dalam merawat dan menjaga imunitas tubuh, kenyamanan di masa pandemic ini. Aman dikonsumsi harian dan yang terpenting lagi mudah dicari di supermarket ataupun di marketplace. Jadi gak ada alasan untuk tidak minum “jamu” ala Herbadrink Sari Jahe ini. Salam sehat.

@bozzmadyang  

Di Jam(u)an, Jajan Makan Enak Sekaligus Beramal untuk Anak-anak Malnutrisi di Flores



Setiap menikmati suapan menu Jam(u)an, berarti asupan bergizi untuk anak-anak di Flores melawan gizi buruk.”

Makan enak sambil beramal. Kenapa tidak? Itu mulia bukan? Mungkin sudah banyak yang melakukannya, berbisnis sekaligus menggalakkan aksi untuk kemanusiaan. Biasanya kalau  di perusahaan ada program Corporate Social Responsibility (CSR). Tentu saja itu semakin bagus saat menjadi tren. Bagaimanapun setiap apa yang dilakukan semakin bermakna dan memberi arti bagi orang lain, adalah mulia.

Seperti saat menikmati makanan di brand kuliner Jam(u)an yang dibangun oleh Mbak ayu Thea Magdalena ini. Brand bisnis Jam(u)an bukan sekadar bisnis berbasis kuliner semata, namun adalah tentang hati seorang Thea yang ingin ketika membangun sebuah brand, selalu membawa cerita ke dalamnya terutama tentang masa kecilnya. Sekaligus membawa dampak bagi negerinya. 

Kolaborasi Jam(u)an dengan Duanyam

Saat aku datang di acara Grand Opening Jam(u)an di kawasan Thamrin Residence, Jumat 28 Februari 2020 lalu, aku kenal dengan perempuan berambut eksotik, Hanna Keraf  (Hanna ) dan Thea Magdalena (Thea).

Mereka bukan perempuan biasa.  Hanna aktif bergerak di wirausaha sosial bernama Duanyam sebagai founder sekaligus CEO Duanyam. Sementara Thea wirausaha  di bidang kuliner Jam(u)an sebagai founder sekaligus CEO-nya. Dua sahabat yang sama-sama inspiratisf itu  bukan sekadar membangun wirausaha namun beriringan melakukan aksi sosial. 

Kegiatan Duanyam   bergerak memberdayakan perempuan melalui kerajinan tangan khususnya NTT di sebanyak 26 desa.  Jadi para perempuan tetap bisa produktif sambil tetap bisa menjaga buah hatinya. Saat aku kepoin instagramnya di @duanyam, banyak kegiatan Duanyam seperti membuat kerajinan dari bamboo. Salah satu hasil karyanya seperti ‘Besek” yang aku liat di “Pojok Donasi” di area acara Jam(u)an.  

Sementara mengenai bisnis kuliner Jam(u)an mengandung arti Jawa Manado. Itu sesuai dengan menu yang ditawarkan ala kuliner Jawa dan kuliner Manado. Thea sendiri keturunan Jawa Manado.

Keduanya bersinergi membantu anak-anak malnutrisi di desa-desa di Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT).  Gak heran tema yang diusung saat acara adalah “Empowering Children.” Mengapa Flores?

Selain karena Hanna dengan Duanyamnya bergerak kemanusiaan di area Flores, juga mengingat kondisi balita, batita stunting di NTT yang cukup tinggi. Kalo berdasarkan Riskesdas 2018, prevalensi balita stunting di NTT menempati posisi puncak yakni sebesar 42,6 persen. Tingginya prevalensi balita stunting didukung oleh proporsi balita dengan gizi buruk yang cukup besar yakni 29,5 persen. Dengan kata lain, bahwa tiga dari sepuluh balita di NTT mengalami gizi buruk.⁣⁣

Thea yang lulus sarjana ekonomi UPH Business School,dengan bisnis kuliner Jam(u)an membuat program charity menyisihkan pendapatan dari penjualan menu-menu Jam(u)an, sebesar 10% sebagai tahap awal – mengingat program baru 2 bulan jalan. Ke depan Thea berharap bisa meningkatkan prosentase donasinya. 

Aksi itu sesuai dengan tiga pilar utama dari Jam(u)an, yaitu social accountability, sustainable qualty, dan kid’s empowerment. Oleh karena itu Jam(u)an  mendonasikan sebagian pendapatan dan penjualan untuk membantu perbaikan nutrisi anak-anak malnutrisi di Indonesia Timur, terutama di wilayah Nusa Tenggara Timur seperti di Flores.

Donasi disalurkan melalui Duanyam, sebuah wirausaha sosial yang  memiliki program perbaikan gizi bagi anak-anak malnutrisi di desa-desa Flores, NTT.  Penyaluran donasi tidak hanya di area 26 desa yang menjadi area Duanyam sekarang, namun bisa lebih dari itu. Namun bukan hanya jumlah banyak orang tapi  mengubah nutrisi gisi bagi anak-anak dan perempuan.

Penyaluran dana dilakukan Jam(u)an setiap bulan. Kemudian pihak Duanyam menyalurkan  ke “mama-mama”  di sana. Juga sekaligus berbelanja bahan baku dari petani lokal. Sekaligus berdampak untuk petani lokal di sana.  

Jadi aku bayangin, jika membeli menu ala Jam(u)an  bukan hanya sekadar makan enak dan kenyang, namun turut beramal, khususnya ke anak-anak di desa-desa  Flores, NTT.  Mulia banget bukan?

Dari Menu Jawa-Manado, Merawat Kuliner Tradisional

Jam(u)an dibawah bendera PT Kana Kasih Karunia disamping brand Kana Petite dan Kana Catering.  Membaca nama brand Jam(u)an, aku merasa unik.

Awalnya berpikir, Jam(u)an itu mengandung makna jamuan, seperti suguhan makanan, yang biasanya juga dipakai oleh brand kuliner. Tapi ternyata Jam(u)an mengandung arti Jawa Manado. Dan itu klop dengan Thea yang merupakan keturunan Jawa dengan Manado.

Dan sesuai namanya, Jam(u)an menyuguhkan ragam menu kuliner ala Jawa dan Manado yang dikemas dalam bentuk rice bowl.

Nah di Jam(u)an ada 7 menu rice bowl. Untuk best seller sekaligus menu top three ada nasi ikan Cakalang, Nasi kuning Manado dan Nasi kuning Garo. Terus ada lagi Nasi Pecel madiun, Bubur Manado dan Nasi Ayam Woku.   
7 menu ala Jam(u)an. (Foto @Jam(u)an)

Sebulan lalu, Jam(u)an meluncurkan menu Nasi Ayam Bumbu yang diracik sendiri oleh Jam(u)an. Bahkan termasuk saosnya juga diracik sendiri ala Jam(u)an. Menu ini cocok dan  favorit bagi yang gak suka makanan rasa pedas. Seperti lidah orang Jawa yang umumnya lebih suka rasa manis daripada pedas. Ehh tapi gak termasuk aku ding. Soalnya mesti asli Jawa Solo, aku suka banget makanan rasa pedas hehee.  

Penasaran dengan rasa menu best sellernya, aku pun cicipin beberapa menu yang disajikan saat acara. Ada nasi kuning, nasi ayak woku, nasi ayam bumbu, nasi ikan cakalang, bunga papaya, bakwan jagung mini, daging garo, sambal goreng tempe, telur ceplok dan lainnya.
menu ala Jam(u)an. (Foto @Jam(u)an)

menu ala Jam(u)an. (Foto @Jam(u)an)


Wedah banyak ternyata aku cicipinnya. Itu cicipin apa doyan? Hahaha.

Tapi serius, kombinasi menunya ala kuliner Jawa dan Manado. Jadi rasanya yaa ada pedas, manis gurih-gurihnya. Aku favorit dengan nasi ikan cakalangnya. Enak, gurih.

Terlepas dari itu aku suka dengan produk kuliner ala tradisionalnya Jam(u)an seperti kusebutkan menu-menu di atas. Bisa menikmati kuliner Manado dengan mudah tanpa perlu ke Manado atau ke resto yang lebih mahal kalau di Jakarta. Senang Jam(u)an turut merawat eksistensi kuliner tradisional tanah air dengan menjadikan kuliner tradisional sebagai produk bisnis kulinernya.  

Jam(u)an Praktis nan Eksotis

Kemasan menu ala rice bowl ini kalau aku bilang seeh praktis. Kombinasi dalam satu paket menu dalam satu  kemasan memudahkan saat membawa dan menikmatinya. Aku pikir cocok banget bagi pekerja kantoran maupun orang rumah saat memesan ini melalui jasa online. Ya Jam(u)an bisa disorder melalui Go-Food.

Sekilas melihat paket menu rice bowl ini aku jadi keingat keponakan di Jogjkarta yang juga membangun bisnis kuliner ala rice bowl ini. Dan sejauh yang kutahu, segmen mahasiswa cocok menikmati makanan ala rice bowl dengan beragam variasinya.

Dan tentu saja di Jakarta lebih luas pasar segmen penikmatnya. Aku bilang menu apa kemasan rice bowl Jam(u)an super praktis namun sehat untuk dinikmati.

Jelas ide besar Thea yang ingin mengajak setiap konsumen Jam(u)an menikmati suguhan kuliner tradisional sekaligus berpartisipasi membantu menurunkan angka perbaikan gizi di desa-desa di Flores NTT bersama Duanyam, bukan hal sepele. Terlepas dari besar kecil kontribusinya. Niat, semangat, tekad dan berbuat Jam(u)an  dan Duanyam, bukan hanya menginspirasi namun sebuah kekuatan yang menggerakkan untuk siapa saja yang memiliki kepedulian lewat aksi kemanusiaan.  Ya, kita pun bisa berbuat hal sama, minimal di area lingkungan kita.

Jangan khawatir, donasi dipastikan akan sampai ke anak-anak Flores yang menjadi area aksi Duanyam. Rencananya infomasi penggunaan/ penyaluran donasi diinformasikan melalui sosial media @duanyam.

Sukses untuk Jam(u)an dan Duanyam. Maree bergerak!  #Inspiratif

JAM(U)AN
Ruko Thamrin Residence Blok B no. 11, Jakarta Pusat
IG: @jamuan_id  

#JamuanuntukIndonesia



  

Kisah Dibalik Ayam Serundeng Pasar Baru




“Weh, ada ibu berkerudung duduk di emperan toko, sibuk melayani pembeli. Itu Bu Pranata…”

Mungkin sudah rezekinya Bu Kusnia alias Bu Pranata, penjual ayam goreng serundeng di salah satu emperan Pasar Baru, betapa tidak, itu hari pertama dia jualan setelah libur sekitar sebulan. Ya, ibu yang kerap dipanggil Bu Pranata (nama suaminya) itu sudah berhari-hari kucari di lokasi jualannya. Kucari untuk obyek liputan kuliner legendaris di area Passer Baroe Jakarta ibareng teman-teman Kompasianer Penggila Kuliner (KPK) Kompasiana.

Sebelumnya, H-2 atau tepatnya Kamis 13 Februari 2020 sore hari, aku masih sempat ke emperan depan Java Optik tempat ‘ngetem’ Bu Pranata bersama suaminya jualan. Zonk. Kosong. “Belum jualan dia,” batinku.

Pedagang di sekitarnya tidak tau pasti mengapa Bu Pranata belum jualan. Sudah beberapa hari ini, gak jualan,” kata Bapak penjual tas di area itu. Diamini oleh penjual pecel di tempat yang sama.
“Gak tau Mas, kenapa gak jualan,” katanya.

Beruntung, saat hari H acara, Sabtu 15 Februari 2020, terbersit pikiran untuk mampir dulu ke area emperan Bu Pranata sebelum ke target scenario B, Soto Betawi Globe H. Oji yang berlokasi tak jauh dari gerbang Pasar Baroe. 

Rezeki buat Bu Kusnia dan suaminya, kami berombongan bisa menikmati Ayam Goreng Serundeng yang sejak tahun 2002 dijajakan di emperan toko Java Optik, Pasar Baroe itu.
Bareng Genk KPK. Dokpri


Kuliner Legendaris Pasar Baru

Pasar Baroe atau Pasar Baru ini merupakan salah satu kawasan tertua di Jakarta. Konon lokasinya sudah dibangun sejak 1820 silam. Lokasi menjadi salah satu pusat perdagangan sejak zaman dulu. Penanda gerbang di Pasar Baru yang menjulang, mencolok dan gampang dikenali. Arsitektur gaya oriental, di sini menjadi salah satu pusat bisnis yang cukup beken, khususnya bagi kalangan Tionghoa.

Hingga kini, Pasar Baru masih menempati ruang benak banyak orang sebagai tempat legendaris berbelanja, seperti baju, elektronik, sampai kebutuhan peralatan fotografi. Namun bukan hanya itu, Pasar Baru juga menawarkan beragam kuliner legendaris, yang bukan saja enak namun juga menawarkan sisi historisnya.

Sebut saja Bakmie Gang Kelinci yang sudah jualan sejak 1957. Bakmi yang menempati area cukup luas di Gang Kelinci ini lazim menjadi tempat tujuan pemburu kuliner lejen. Dan mungkin di kepala banyak orang akan menjawab,” Bakmi Gang Kelinci” saat ditanya kuliner di kawasan Pasar Baru.

Tempat makan yang berada di Jl. Kelinci Raya No. 1-3, Pasar Baru, Jakarta Pusat ini, menjadi salah satu tujuan bagi pemburu kuliner legendaris di Pasar Baru. Dulunya berupa warung kecil, namun now sudah menjadi restoran yang mampu menampung ratusan orang. Tempatnya cukup luas.

Berada di gang yang hanya cukup satu mobil melintas. Jadi saat kendaraan berpapasan kudu diatur sedemikian rupa untuk bisa lewat. Bakmi ayam cah jamur menjadi salah satu menu favorit diantara menu bakmi enak lainnya. 

Gak jauh dari Bakmi Gang Kelinci, persis di sampingnya ada gank kecil. Biasanya penjual buah berderetan dimare. Ada penjual alpokat madu yang menggoda loor. Alpokatnya gede-gede, hijau segar. Nah pass di mentok tikungan dalam, ada Bakmi Aboen.

Tempatnya sudah kek warung getu. Termasuk kuliner lejen yang rekomen. Berdiri sejak tahun 1962. Meski berada di gang sempit namun pengunjung selalu ramai. Apalagi bukanya sejak pagi ingga malam. Di tempat ini jual kuliner non-halal, seperti bakmi campur dengan ukuran jumbo.

Ada lagi kuliner lejen lainnya. Khas tradisional. Di sisi Jl. Samanhudi gak jauh dari Gerbang Pasar Baru, ada Soto Betawi legendaris juga. Namanya Soto Betawi Globe Haji Oji. Jualan sejak 1970. 

Meski tempatnya di pinggiran jalan, kaki lima namun selalu ramai dan antre. Banyak ragam soto sebagai pilihan, ada soto ayam, soto paru, soto babat sampai soto miw Bogor.

Ayam Serundeng Nyempil Diantara Kuliner Legendaris

Nah diantara populernya kuliner legendaris di Pasar Baru itu, ada kuliner yang wajib disebut, yakni Ayam Goreng Serundeng Bu Pranata. Mungkin namanyakalah popular dengan kuliner legendaris di kawasan Pasar Baru lainnya, namun jangan salah, Ayam Goreng Serundeng ini cukup memiliki banyak pelanggan.

Menempati area emperan toko Java Optik, gedung Harco Pasar Baru, Jakarta Pusat, Ayam Goreng Serundeng Bu Pranata ini menawarkan kuliner berbeda, kuliner khas Cirebon. 
  
“Kami jualan sejak 2002,” kata Pak Pranata, suami Bu Kusnia yang menemani istrinya jualan sekaligus merangkap “kasir.”  Ya, kasir karena Bu Kusnia bagian pelayan pembeli.
Ayam goreng serundeng Bu Kusnia/ Bu Pranata. Dokpri


Tempatnya sederhana saja. Jangan bayangkan kedai beratap dengan kursi dan meja makan nyaman, tapi benar-benar di emperan. Pembeli yang makan di tempat disediakan kursi plastic kecil, atau bisa juga duduk di tangga emperan.

Bu Kusnia pun hanya duduk di tangga emperan. Ada “tenggok” bamboo dan tempat untuk menaruh ayam jualannya. Ada ayam goreng, dan aneka sate-satean, sate usus, sate ati, sate ampela, sate kulit, kepala ayam. Harganya bersahabat. Sate ada yang Rp. 3000, ada yang Rp. 8000. Sedangkan ayam goreng Rp. 15000 tanpa nasi. Pakai nasi jadi Rp. 20000. Murah meriah.

Ada taburan kelapa goreng, serundeng. Ini khas banget Cirebon. Jadinya Ayam goreng gurih bertabur serundeng plus nasi hangat dan sambal yang pedas. Makannya sambil duduk ‘ngampar’ bebas di tangga. Tampilan dan jenis makanannya memang sederhana, tapi boleh dicoba kemantapannya.

Aku suka dengan gurih serundengnya. Berpadu pass dengan ayam goreng yang kupesan tanpa nasi. Warnanya kecoklatan kental. Begitupula serundengnya. Ini ngingetin masa kecil dulu. Ibu sering bikin serundeng plus tempe goreng untuk lauk makan. Dan aku suka banget. Gurih-gurih krenyes.

Ayam Serundeng Bu Pranata ini menjadi salah satu kuliner pilihan yang menjadi perlu dan penting untuk dijaga. Pasalnya tak banyak yang menjajakan kuliner dengan serundeng. Rerata olahan ayam sudah mainstream juga banyak inovasi yang berdampak pada eksistensi kuliner khas tradisional, seperti ayam serundeng ini. Sebut saja olahan ayam yang semakin kaya dengan kreativitas. Bagus juga, namun tak boleh lupa dong olahan tradisional yang tak kalah nikmatnya.
Bareng Bu Kusnia. (Dokpri)


Buatku menikmati ayam goreng serundeng Bu Kusnia alias Bu Pranata ini bukan sekadar menikmati makanan namun ada sisi cita rasa khas budaya kuliner yang harus selalu dipertahankan.

Aku suka Bu Kusnia masih menempati area emperan di Pasar Baru itu. Setiap sore menjelang. Selepas Ashar hingga selepas Isya’ di sana. Dan dari dapur rumahnya di Kawasan pasar Ular, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Bu Kusnia setia meracik serundeng dan pernak-pernik ayam jualannya, untuk para pelanggannya dan untuk menyambung hidup keluarganya.

Soo, kamu yang pengen menikmati Ayam Goreng Legendaris Bu Pranata, mangga ke kawasan Pasar Baru. Lokasinya dari Gerbang Pasar Baru arah Jl Samanhudi, masuk dikit sebelah kanan. Jalan saja di emperan toko, kamu akan ketemu toko Java Optik. Bu Kusnia dan suaminya, setia menunggu kamu di sana. Salam kuliner.

@bozzmadyang