“Setiap menikmati suapan menu Jam(u)an, berarti asupan bergizi untuk anak-anak di Flores melawan gizi buruk.”
Makan enak sambil beramal. Kenapa
tidak? Itu mulia bukan? Mungkin sudah banyak yang melakukannya, berbisnis
sekaligus menggalakkan aksi untuk kemanusiaan. Biasanya kalau di perusahaan ada program Corporate Social Responsibility (CSR).
Tentu saja itu semakin bagus saat menjadi tren. Bagaimanapun setiap apa yang
dilakukan semakin bermakna dan memberi arti bagi orang lain, adalah mulia.
Seperti saat menikmati makanan di
brand kuliner Jam(u)an yang dibangun oleh Mbak ayu Thea Magdalena ini. Brand
bisnis Jam(u)an bukan sekadar bisnis berbasis kuliner semata, namun adalah
tentang hati seorang Thea yang ingin ketika membangun sebuah brand, selalu
membawa cerita ke dalamnya terutama tentang masa kecilnya. Sekaligus membawa
dampak bagi negerinya.
Kolaborasi Jam(u)an dengan Duanyam
Saat aku datang di acara Grand Opening
Jam(u)an di kawasan Thamrin Residence, Jumat 28 Februari 2020 lalu, aku kenal
dengan perempuan berambut eksotik, Hanna Keraf (Hanna ) dan Thea Magdalena (Thea).
Mereka bukan perempuan biasa. Hanna aktif bergerak di wirausaha sosial bernama
Duanyam sebagai founder sekaligus CEO Duanyam. Sementara Thea wirausaha di bidang kuliner Jam(u)an sebagai founder
sekaligus CEO-nya. Dua sahabat yang sama-sama inspiratisf itu bukan sekadar membangun wirausaha namun beriringan
melakukan aksi sosial.
Kegiatan Duanyam bergerak memberdayakan perempuan melalui
kerajinan tangan khususnya NTT di sebanyak 26 desa. Jadi para perempuan tetap bisa produktif
sambil tetap bisa menjaga buah hatinya. Saat aku kepoin instagramnya di
@duanyam, banyak kegiatan Duanyam seperti membuat kerajinan dari bamboo. Salah
satu hasil karyanya seperti ‘Besek” yang aku liat di “Pojok Donasi” di area
acara Jam(u)an.
Sementara mengenai bisnis kuliner
Jam(u)an mengandung arti Jawa Manado. Itu sesuai dengan menu yang ditawarkan
ala kuliner Jawa dan kuliner Manado. Thea sendiri keturunan Jawa Manado.
Keduanya bersinergi membantu anak-anak
malnutrisi di desa-desa di Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT). Gak heran tema yang diusung saat acara adalah
“Empowering Children.” Mengapa Flores?
Selain karena Hanna dengan Duanyamnya
bergerak kemanusiaan di area Flores, juga mengingat kondisi balita, batita
stunting di NTT yang cukup tinggi. Kalo berdasarkan Riskesdas 2018, prevalensi balita stunting di NTT menempati
posisi puncak yakni sebesar 42,6 persen. Tingginya prevalensi balita stunting
didukung oleh proporsi balita dengan gizi buruk yang cukup besar yakni 29,5
persen. Dengan kata lain, bahwa tiga dari sepuluh balita di NTT mengalami gizi
buruk.
Thea yang lulus sarjana ekonomi UPH
Business School,dengan bisnis kuliner Jam(u)an membuat program charity
menyisihkan pendapatan dari penjualan menu-menu Jam(u)an, sebesar 10% sebagai
tahap awal – mengingat program baru 2 bulan jalan. Ke depan Thea berharap bisa
meningkatkan prosentase donasinya.
Aksi itu sesuai dengan tiga pilar
utama dari Jam(u)an, yaitu social accountability, sustainable qualty, dan kid’s
empowerment. Oleh karena itu Jam(u)an mendonasikan
sebagian pendapatan dan penjualan untuk membantu perbaikan nutrisi anak-anak
malnutrisi di Indonesia Timur, terutama di wilayah Nusa Tenggara Timur seperti
di Flores.
Donasi disalurkan melalui Duanyam,
sebuah wirausaha sosial yang memiliki
program perbaikan gizi bagi anak-anak malnutrisi di desa-desa Flores, NTT. Penyaluran donasi tidak hanya di area 26 desa
yang menjadi area Duanyam sekarang, namun bisa lebih dari itu. Namun bukan
hanya jumlah banyak orang tapi mengubah
nutrisi gisi bagi anak-anak dan perempuan.
Penyaluran dana dilakukan Jam(u)an setiap
bulan. Kemudian pihak Duanyam menyalurkan
ke “mama-mama” di sana. Juga
sekaligus berbelanja bahan baku dari petani lokal. Sekaligus berdampak untuk
petani lokal di sana.
Jadi aku bayangin, jika membeli menu
ala Jam(u)an bukan hanya sekadar makan
enak dan kenyang, namun turut beramal, khususnya ke anak-anak di desa-desa Flores, NTT.
Mulia banget bukan?
Dari Menu Jawa-Manado, Merawat Kuliner
Tradisional
Jam(u)an dibawah bendera PT Kana Kasih
Karunia disamping brand Kana Petite dan Kana Catering. Membaca nama brand Jam(u)an, aku merasa unik.
Awalnya berpikir, Jam(u)an itu
mengandung makna jamuan, seperti suguhan makanan, yang biasanya juga dipakai
oleh brand kuliner. Tapi ternyata Jam(u)an mengandung arti Jawa Manado. Dan itu
klop dengan Thea yang merupakan keturunan Jawa dengan Manado.
Dan sesuai namanya, Jam(u)an
menyuguhkan ragam menu kuliner ala Jawa dan Manado yang dikemas dalam bentuk rice
bowl.
Nah di Jam(u)an ada 7 menu rice bowl.
Untuk best seller sekaligus menu top three ada nasi ikan Cakalang, Nasi kuning Manado
dan Nasi kuning Garo. Terus ada lagi Nasi Pecel madiun, Bubur Manado dan Nasi Ayam
Woku.
![]() |
7 menu ala Jam(u)an. (Foto @Jam(u)an) |
Sebulan lalu, Jam(u)an meluncurkan
menu Nasi Ayam Bumbu yang diracik sendiri oleh Jam(u)an. Bahkan termasuk
saosnya juga diracik sendiri ala Jam(u)an. Menu ini cocok dan favorit bagi yang gak suka makanan rasa pedas.
Seperti lidah orang Jawa yang umumnya lebih suka rasa manis daripada pedas. Ehh
tapi gak termasuk aku ding. Soalnya mesti asli Jawa Solo, aku suka banget
makanan rasa pedas hehee.
Penasaran dengan rasa menu best
sellernya, aku pun cicipin beberapa menu yang disajikan saat acara. Ada nasi
kuning, nasi ayak woku, nasi ayam bumbu, nasi ikan cakalang, bunga papaya,
bakwan jagung mini, daging garo, sambal goreng tempe, telur ceplok dan lainnya.
![]() |
menu ala Jam(u)an. (Foto @Jam(u)an) |
![]() |
menu ala Jam(u)an. (Foto @Jam(u)an) |
Wedah banyak ternyata aku cicipinnya.
Itu cicipin apa doyan? Hahaha.
Tapi serius, kombinasi menunya ala
kuliner Jawa dan Manado. Jadi rasanya yaa ada pedas, manis gurih-gurihnya. Aku
favorit dengan nasi ikan cakalangnya. Enak, gurih.
Terlepas dari itu aku suka dengan produk
kuliner ala tradisionalnya Jam(u)an seperti kusebutkan menu-menu di atas. Bisa
menikmati kuliner Manado dengan mudah tanpa perlu ke Manado atau ke resto yang
lebih mahal kalau di Jakarta. Senang Jam(u)an turut merawat eksistensi kuliner tradisional
tanah air dengan menjadikan kuliner tradisional sebagai produk bisnis kulinernya.
Jam(u)an Praktis nan Eksotis
Kemasan menu ala rice bowl ini kalau
aku bilang seeh praktis. Kombinasi dalam satu paket menu dalam satu kemasan memudahkan saat membawa dan
menikmatinya. Aku pikir cocok banget bagi pekerja kantoran maupun orang rumah
saat memesan ini melalui jasa online. Ya Jam(u)an bisa disorder melalui
Go-Food.
Sekilas melihat paket menu rice bowl
ini aku jadi keingat keponakan di Jogjkarta yang juga membangun bisnis kuliner
ala rice bowl ini. Dan sejauh yang kutahu, segmen mahasiswa cocok menikmati
makanan ala rice bowl dengan beragam variasinya.
Dan tentu saja di Jakarta lebih luas
pasar segmen penikmatnya. Aku bilang menu apa kemasan rice bowl Jam(u)an super
praktis namun sehat untuk dinikmati.
Jelas ide besar Thea yang ingin mengajak
setiap konsumen Jam(u)an menikmati suguhan kuliner tradisional sekaligus berpartisipasi
membantu menurunkan angka perbaikan gizi di desa-desa di Flores NTT bersama
Duanyam, bukan hal sepele. Terlepas dari besar kecil kontribusinya. Niat,
semangat, tekad dan berbuat Jam(u)an dan
Duanyam, bukan hanya menginspirasi namun sebuah kekuatan yang menggerakkan
untuk siapa saja yang memiliki kepedulian lewat aksi kemanusiaan. Ya, kita pun bisa berbuat hal sama, minimal
di area lingkungan kita.
Jangan khawatir, donasi dipastikan
akan sampai ke anak-anak Flores yang menjadi area aksi Duanyam. Rencananya infomasi
penggunaan/ penyaluran donasi diinformasikan melalui sosial media @duanyam.
Sukses untuk Jam(u)an dan Duanyam.
Maree bergerak! #Inspiratif
JAM(U)AN
Ruko Thamrin Residence Blok B no. 11, Jakarta Pusat
IG: @jamuan_id
#JamuanuntukIndonesia